HUKUM MLM

MULTI-LEVEL MARKETING & HUKUMNYA
oleh Shocheh Ha. & Udy Andriyati



Pengertian MLM

Multi-level Marketing (MLM) adalah strategi pemasaran dimana kemampuan melakukan penjualan diberi kompensasi; tidak hanya berdasarkan kemampuan penjualan pribadi, tetapi juga berdasarkan kemampuan penjualan pihak lain yang direkrut dan dibimbingnya. Pihak lain ini biasa dikenal dengan sebutan “downline”. Downline bisa menaikkan tingkat kompensasi “upline” (pihak yang merekrut & membimbing) hingga beberapa tingkat. [Keberadaan pihak-pihak lain sebagai downline atau upline secara bertingkat akhirnya bisa membentuk semacam organisasi pemasaran independen.]

Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut Multi-level Marketing adalah Penjualan berpola Piramida (Pyramid Selling), Pemasaran berpola Jaringan (Network Marketing), Pemasaran berpola Rujukan (Referral Marketing), dan juga Penjualan secara Langsung (Direct Selling).

Sebagian orang mengindonesiakan istilah MLM dengan sebutan Pemasaran Berjenjang. Dengan sebutan itu mereka mendefinisikannya sebagai: sistem penjualan berkelompok melalui keanggotaan yang membentuk tim pemasaran secara bertingkat. Sistem ini lebih mengutamakan kebersamaan dalam mencapai tingkat omset penjualan perusahaan. Seorang anggota yang dapat memimpin timnya dalam memasarkan produk perusahaan akan diberikan komisi atau bonus sesuai dengan sistem yang berlaku di masing-masing perusahaan MLM.


Antara Direct SellingNetwork Marketting dan Multi-level Marketting

Menurut Dominique Xardel Network Marketting dan Multi-level Marketting adalah dua istilah yang memiliki makna sama (sinonim). Keduanya merupakan sistem pemasaran yang metodenya menggunakan cara penjualan langsung, direct selling.

Menuru Xardel, istilah Direct Selling dan Network Marketting lebih merujuk pada sistem distribusi barang atau produk, sementara istilah Multi-level Marketting merujuk atau menggambarkan perencanaan pembayaran-upah/kompensasi (Compensation Plan atau ada yang menyebutnya dengan Success Plan). Istilah lain yang kadang-kadang digunakan untuk mendiskripsikan Multi-level Marketting adalah “word of mouth marketting, pemasaran melaui lisan”, “interactive distribution, distribusi interaktif” dan “relationship marketting, pemasaran berpola relasi”.

Banyaknya istilah tersebut telah mengundang banyak kritik, padahal banyaknya istilah yang digunakan dan berbeda-beda tersebut merupakan sebuah upaya untuk membedakan Multi-level Marketing dengan Skema Ponzi (Ponzi Schemes), Surat Berantai (Chain Letters), dan berbagai bentuk penipuan pelanggan lainnya. Beberapa sumber mengkategorikan Multi-level Marketting sebagai sebuah bentuk penjualan langsung daripada mengkategorikannya sebagai menjadi penjualan langsung.

Asosiasi Penjualan Langsung (The Direct Selling Association; DSA, di Indonesia sama dengan APLI, Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), yaitu sebuah grup lobi bagi industri Multi-level Marketting, melaporkan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 25% anggotanya telah menggunakan MLM dan tumbuh menjadi 77.3% pada tahun 1999. Perusahaan-perusahaan semisal Avon, Electrolux, Tupperware, dan Kirby, pada mulanya menggunakan Single-level Marketting untuk menjual produk-produk mereka, namun belakangan perusahaan-perusahaan tersebut telah mengenalkan perencanaan kompensasi ala MLM (Compensation Plan/Success Plan) untuk pembayaran upah penjualannya. Pada tahun 2009 sebanyak 94.2% anggota DSA telah menggunakan MLM, dan merekam 99.6% penjual dan 97.1% penjualan. DSA memiliki sekitar 200 anggota. Di Amerika saja sekarang diperkirakan terdapat lebih dari 1000 perusahaan yang menggunakan MLM.


Sejarah Multi-level Marketting

Banyak perdebatan mengenai kapan MLM bermula. Ada yang mengatakan MLM mulai ada pada tahun 1920-an; ada yang mengatakan pada tahun 1930-an dengan Nutrilite sebagai pelopornya; ada yang mengatakan pada tahun 1940-an dengan California Vitamin Company sebagai pelopornya; ada yang mengatakan pada tahun 1960-an; bahkan ada yang mengatakan MLM bermula pada tahun lebih belakang, yaitu sekitar tahun 1970-an.


Aturan Main MLM

Peserta mandiri non-gaji (independent non-salaried participants, dalam Oriflame disebut Independent Consultant) adalah istilah yang merujuk pada para distributor (bisa disebut sebagai kolega, pemilik bisnis mandiri, dealer, pemilik franchise, agen mandiri, dan istilah lainnya yang semakna dengannya) yang berwenang mendistribusikan produk-produk atau layanan-layanan perusahaan. Peserta atau partisipan ini mendapatkan upahnya sendiri langsung dari laba penjualan secara eceran kepada konsumen ditambah komisi dari perusahaan—bukan dari downline—melalui compensation plan MLM (dalam Oriflame disebut success plan) yang didasarkan pada volume produk terjual lewat penjualan pribadi dan juga produk yang terjual lewat penjualan tim/grup/organisasi downlinenya.

Para distributor mandiri tersebut mengembangkan tim/grup/organisasinya melalui cara:
  1. Membangun sebuah jaringan pembeli/konsumen aktif yang ingin membeli produk/layanan langsung dari perusahaan; [berarti mereka adalah downline berkarakteristik pemakai/end user] atau
  2. Merekrut peserta baru untuk menjadi downlinenya atau untuk menjadi downline dari downlinenya (spill over) yang juga membangun sebuah basis jaringan pembeli/konsumen dan merekrut peserta baru pula, dan begitu seterusnya; [berarti mereka adalah downline berkarakteristik distributor atau owner/leader.] Dengan begitu tim/grup/organisasi secara keseluruhan menjadi semakin luas dan besar.
  3. Selain itu, distributor mandiri bisa mendapatkan laba melalui penjualan produk yang mereka beli dari perusahaan dengan harga kulakan/grosir kepada pembeli/pemakai dengan harga ecer. [harga kulakan dalam Oriflame = harga untuk consultant/member, yang tertera di CPL; harga ecer dalam Oriflame = harga yang tertera di katalog].


LEGALITAS DAN LEGITIMASI MLM

Di Amerika Serikat

Bisnis MLM telah beroperasi di keseluruhan 50 Negara Bagian Amerika. Bisnis-bisnis baru mungkin menggunakan istilah yang berbeda, semisal “Pemasaran berpola Afiliasi” atau “Bisnis Franchise dari Rumah”. Permasalahannya adalah banyak pula skema pyramida yang berusaha menghadirkan diri mereka selegitimasi bisnis MLM.

Meskipun MLM bukan skema pyramida, tetapi kebanyakan orang bahkan juga pengadilan menganggap semua bentuk MLM pada esensinya adalah skema piramida walaupun legal.

Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika mengingatkan, “Jauhi plan MLM yang membayarkan komisi karena merekrut distributor baru. Mereka sebenarnya adalah skema piramida ilegal. Mengapa skema pyramida berbahaya? Karena plan yang membayar komisi berdasarkan perekrutan distributor baru pasti runtuh bila tidak ada lagi distributor yang dapat direkrut. Dan ketika plan runtuh, kebanyakan orang—kecuali mungkin mereka yang berada di bagian paling atas piramida—berakhir dengan tangan hampa.”

FTC juga menyatakan, “Tidak semua plan pemasaran MLM legal. Beberapa diantaranya merupakan skema piramida. Yang terbaik adalah tidak terlibat dalam plan dimana uang kompensasi yang Anda dapatkan secara primer didasarkan pada jumlah distributor yang berhasil Anda rekrut atau penjualan Anda kepada mereka dan bukan didasarkan pada penjualan Anda kepada orang-orang luar yang berminat menggunakan produk.”

Sebelum mengikuti suatu plan MLM, FTC menyarankan agar seseorang menelitinya terlebih dahulu dan menggunakan delapan langkah berikut untuk memandunya menemukan plan MLM yang tepat dan bukan MLM yang menipu atau yang mudah roboh.

  1. Cari dan pelajari track record perusahaan.
  2. Pelajari produknya.
  3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan.
  4. Pahami aturan-aturan, batasan dan larangannya.
  5. Bicarakan dengan disbributor-distributor yang lain (hati-hati dengan calo).
  6. Pertimbangkan saran kawan atau orang yang menasehati Anda dan pahami hal tersebut sebagai masukan dari pihak yang netral, atau pahami sarannya sebagai bekal kehati-hatian dan kewaspadaan lebih lanjut.
  7. Luangkan waktu untuk mengkajinya.
  8. Pikirkan apakah plan yang ditawarkan sesuai dengan bakat dan target Anda.

KARAKTERISTIK MLM:
  1. Keanggotaan;
    Tentu saja keanggotaan diperlukan karena berkaitan dengan kompensasi. Ini demi menjaga hak pihak-pihak yang terlibat. Orang yang tidak memiliki keterlibatan tentu tidak ada sangkut-pautnya dengan hak. Keanggotaan dalam MLM memiliki struktur upline-downline. Keanggotaan bisa diperoleh melalui pendaftaran, baik dengan membayar biaya pendaftaran maupun tidak, bergantung kebijakan perusahaan.
  2. Bisnis Kit (dalam Oriflame biasa dikenal dengan nama Starter Kit);
    Berisi sejumlah artikel atau tools yang berguna untuk memandu partisipan agar bisa menjalankan bisnisnya. Ini diperlukan oleh setiap partisipan agar mampu mamahami dan menjalankan perannya.
  3. Target Minimal per Bulan (TuPo);
    Target penjualan minimal per bulan diperlukan agar member/partisipan layak disebut memiliki kecakapan atau kemampuan menjual, yang dengan itu berhak mendapatkan kompensasi/upah sebagaimana yang tertera dalam plan (Compensation Plan/Success Plan). Jika target tak terpenuhi berarti partisipan tidak memiliki kecakapan atau kemampuan, yang berarti pula tidak layak mendapatkan kompensasi.
  4. Pengiriman Barang;
    Produk-produk perusahaan yang dijual menggunakan strategi MLM tidak tersedia secara bebas di pasaran, tetapi tersentral di tempat-tempat tertentu yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan dan hanya partisipan/distributor mandiri yang memiliki wewenang mendistribusikannya. Karena itu, jasa pengiriman atau penjemputan produk digunakan dalam pendistribusiannya.
  5. Pengurangan harga hingga puluhan persen;
    Hal ini karena selisih antara harga kulakan/grosir dengan harga jualan/ecer. Harga grosir diberikan kepada partisipan/member sementara kepada yang bukan member harga yang diberlakukan adalah harga ecer.
  6. Pemberian Komisi yang tinggi (inflated commissions);
    Komisi dalam MLM sudah diperhitungkan berdasarkan compensation plan perusahaan yang didasarkan pada volume penjualan pribadi dan penjualan tim/grup/organisasi, besar-kecilnya kompensasi yang diberikan berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing perusahaan.


BEBERAPA FATWA (URAIAN HUKUM) TENTANG MLM DI INTERNET

FATWA 1

Terkait dengan masalah MLM yang selama ini menjadikannya diharamkan ada beberapa.

Pertama, adanya dua akad dalam satu transaksi, dimana akad jual beli disatukan dengan akad keagenan (makelar), yang dikenal dengan system downline dalam MLM.

Kedua, dari sisi keadilan sistemnya, kita bisa melihat dari sisi peluang seseorang untuk mendapatkan downline. Semakin besar nomor keanggotaan seseorang, maka akan semakin sulit bagi orang tersebut mencari downline dibandingkan dengan orang lain yang lebih dulu bergabung.

Sehingga, kalau dianalogikan semua orang masuk MLM, maka peserta pada nomor terakhir, sangat kecil memiliki peluang kalau tidak ingin dikatakan tidak memiliki kesempatan lagi untuk menjadi downline. Hal ini tentu tidak adil, dalam artian kesempatan untuk mencari downline menjadi lebih susah sementara ketika berhasil, insentifnya pun akan lebih kecil dibandingkan dengan orang yang pertama kali merekrut. Secara umum kasusnya adalah seperti itu.

Namun, perlu diteliti lebih lanjut apakah semua MLM seperti itu, atau ada model MLM yang berbeda. Intinya, ketika tidak terjadi dua akad dalam satu transaksi, barang yang ditransaksikan halal dan ada sistem yang adil dalam kegiatan tersebut maka itu tidak dapat disebut haram.


PENJELASAN KAMI

Untuk alasan pertama: “Adanya dua akad dalam satu transaksi, dimana akad jual beli disatukan dengan akad keagenan (makelar), yang dikenal dengan system downline dalam MLM”.

Jika membaca uraian tentang MLM sebagaimana yang terdapat dalam tiga tulisan kami sebelumnya kita dapat mengambil kesimpulan tidak-tepatnya alasan pertama ini. Downline dalam MLM tidak sama dengan makelar atau agen dalam definisinya yang umum.

Jika yang dimaksud adalah adanya dua harga yang berbeda antara harga member dan non-member itu bisa dengan mudah dipahami sebagai harga kulakan dan harga jual. Sebuah praktik yang menjadi tujuan dalam perniagaan (tijarah), karena dari selisih harga itulah didapatkan keuntungan.

Jika yang dimaksud dengan ungkapan “akad jual beli disatukan dengan akad keagenan” adalah seseorang harus menjadi agen untuk bisa jual-beli atau seorang agen harus melakukan jual-beli maka penjabarannya sebagai berikut.

Jika yang pertama yang dimaksud dimana “seseorang harus menjadi agen untuk bisa jual-beli” ini adalah ungkapan yang kurang tepat. Karena siapa pun non-member atau non-partisipan bisa membeli dari para member/partisipan (distributor mandiri), bukan dari perusahaan. Kenapa begitu? Itu adalah wewenang perusahaan. Berdasarkan strategi pemasaran yang diterapkannya atau berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya perusahaan tidak ingin menjual produknya secara bebas di pasaran umum. Adakah larangan dalam hal ini?

Jika yang dimaksud dengannya adalah “seorang agen (tepatnya agen mandiri non-gaji, bukan agen atas nama perusahaan) harus melakukan jual-beli” maka hal itulah yang dikehendaki oleh perusahaan dan perusahaan memberikan kompensasi kepada agen dimaksud berdasarkan kemampuannya melakukan penjualan. Nah, penjualan ini pun bisa dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya menjual sendiri, mengajak orang lain untuk ikut melakukan penjualan dan cara-cara lainnya. Jika menyangkut mengajak orang lain tentu perlu memberikan upah kepada orang lain itu, dalam hal ini pengajak tidak perlu memberinya upah dari dompetnya sendiri karena perusahaan juga akan mengupah mereka sesuai kemampuan penjualannya berdasarkan standar compensation plan. Perusahaan tentu tidak bisa menyisihkan bagian upah untuk orang yang tidak dikenal, karena itu pendaftaran dan keanggotaan diperlukan. Begitu seterusnya hingga bertingkat-tingkat.

Pengajak (upline) adalah orang yang berjasa bagi perusahaan dan bagi orang yang diajak (downline) ketika masing-masing merasa mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini perusahaan memberikan kompensasi tersendiri atas jasa tersebut yang juga diatur berdasarkan compensation plan yang diterapkannya. Karena yang memberi kompensasi adalah perusahaan, bukan downline, maka perusahaanlah yang berwenang menentukan kedalaman/ketinggian level. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, yang ada semua diuntungkan.

Jika seorang agen mandiri tidak melakukan aktifitas penjualan secara otamatis tidak berhak mendapatkan kompensasi karena tidak memenuhi syarat pemberian kompensasi, alias tidak ada hasil kerjanya. Apakah ini tidak adil?

Untuk alasan kedua: “Dari sisi keadilan sistemnya, kita bisa melihat dari sisi peluang seseorang untuk mendapatkan downline. Semakin besar nomor keanggotaan seseorang, maka akan semakin sulit bagi orang tersebut mencari downline dibandingkan dengan orang lain yang lebih dulu bergabung”.

Perlu digarisbawahi, dalam hal kompensasi perusahaan memberikannya berdasarkan kemampuan penjualan pribadi dan ditambah kemampuan penjualan tim/grup/organisasi downlinenya. Selain kompensasi dari perusahaan, seorang partisipan/member bisa langsung mendapatkan keuntungan dari selisih harga kulakan terhadap harga ecer. Pun, jika ia tidak melakukan penjualan kepada orang luar dan hanya membeli produk untuk keperluannya sendiri ia tetap diuntungkan karena bisa mendapatkan produk dengan harga lebih murah dibanding jika ia bukan seorang partisipan/member.

Bagaimana pun juga seorang member/partisipan tidak dirugikan oleh perusahaan atau orang lain (upline) jika ternyata ia tidak mampu meraih keuntungan maksimal. Permasalahannya hanya pada kemampuannya memilih sejak awal, sebelum bergabung. Apakah sebelum bergabung ia berminat dengan produknya atau tidak, sesuai dengan bakat dan targetnya atau tidak. Jika jawabannya tidak dan tetap memilih bergabung, maka itu adalah kesalahannya sendiri. Hal-hal itu adalah opsi-opsi yang harus dipikirkannya sebelum bergabung, bukan asal bergabung. Tidak ada kehidupan yang dibangun dengan asal-asalan lalu diharapkan hasilnya yang maksimal.

Jika seorang partisipan/member tidak memiliki tim/grup/organisasi downline bukan berarti ia kehilangan kompensasi sama sekali, karena kemampuan penjualan tim/grup/organisasi downline hanya salah satu faktor yang menambah keuntungan seorang member, jika berkurang satu faktor masih banyak faktor lainnya sebagaimana disebut di atas.

Tidak adilkah ini?! Adakah keadilan itu berarti harus mendapatkan jumlah yang sama, ataukah keadilan itu cukup dengan mendapatkan sesuai haknya?!

* * *

FATWA 2

Bentuk MLM yang Haram atau syubhat

Ada beberapa bentuk sistem MLM yang jelas keharamannya atau keraguannya, iaitu apabila ia menggunakan sistem berikut:

1) Harga tinggi dari biasa : Menjual produk yang diperjualbelikan dalam sistem MLM dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga biasa, ia adalah amat tidak digalakkan menurut Islam malah menurut sebahagian ulama, aqad seperti ini adalah terbatal. Tatkala itu, ia digelar ‘Gabhnun Fahisyh' menurut istilah ulama Fiqh. Hukum jualan secara ‘Ghabnun Fahisy' ini diperbezakan oleh ulama antara harus, makruh dan haram.

2) Belian Peribadi target sebagai syarat komisyen : Selain dari yuran yang wajib dibayar oleh ahli, pada kebiasaannya terdapat syarat yang mewajibkan ahli tersebut mencapai target belian tertentu bagi melayakkannya mendapat apa jua komsiyen dari hasil jualan orang di bawahnya. Apabila ia gagal mencapai ‘harga target' tersebut maka keahliannya akan hilang atau tiada sebarang komisyen untuknya walaupun orang bawahannya menjual dengan begitu banyak. Semua MLM yang terlibat dengan syarat seperti ini, menyebabkan sistem MLM mereka menjadi bermasalah dari sudut Shariah kerana wujudnya unsur kezaliman terhadap ahli selain wujudnya kewajiban jualan bersyarat dengan syarat yang tidak menyebelahi ahli serta berbentuk penindasan. Seolah-olah pihak syarikat memaksanya dengan mengatakan "Anda mesti membeli atau mengekalkan penjualan peribadi sebanyak RM 500 sebulan bagi membolehkan anda mendapat hak komisyen orang bawahan anda".

.........
Walaupun demikian, jika komsiyen datang dari pihak syarikat atas dasar yang betul seperti jualah dan hibah, ia boleh jadi diharuskan. Namun sekali lagi rukun dan syarat aqad yang betul mesti dipantau oleh penaasihat Syariah yang berkelayakan.

3) Jika ahli berdaftar menyertai MLM dengan yuran tertentu, tetapi tiada sebarang produk untuk diniagakan, perniagaannya hanyalah dengan mencari orang bawahanya (downline), setiap kali ia mendapat ahli baru, maka diberikan beberapa peratus dari yuran ahi tersebut kepadanya. Semakin banyak anggota baru bermakna semakin banyak jualah bonusnya. Ini adalah bentuk riba kerana memperdagangkan sejumlah wang untuk mendapat sejumlah lebih banyak yang lain di masa hadapan. Ia merupakan satu bentuk Riba Nasiah dan Riba Al-Fadl. Hal yang sama juga hukumnya bagi perusahaan MLM yang tidak mempunyai produk bersungguh dan berkualiti, sebaliknya produk miliknya hanyalah berupa ruangan laman web yang tidak berfaedah buat kebanyakkan orang, atau apa jua produk yang hanya dijadikan sebagai alasan pembelian. Malah harga sebenar produknya juga adakalanya jauh dari harga yang dijual kepada ahli (sebagai contoh dijual produk web komputer, sedangkan haragnya jauh lebih tinggi dan si ahli pula tidak mempunyai komputer pun). Pada hakikatnya, si ahli bukannya ingin membeli produk itu, tetapi untuk menyertai rangkaian serta memperolehi wang darinya. Ia juga termasuk dalam yang diharamkan. Hal membeli produk tidak benar dengan niat utama memasuki rangkaian dan mendapat untung dari rangkaian ini telah difatwakan haram oleh Majlis Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Arab Saudi no 15/192-193.

4) Terdapat juga syarikat MLM yang melakukan manipulasi dalam menjual produknya, atau memaksa pembeli untuk menggunakan produknya atau yang dijual adalah barang haram. Maka MLM tersebut jelas keharamannya.

5) Terdapat juga unsur mirip "shafqatayn fi shafqah", atau bay'atayn fi bay'ah, (iaitu dua aqad jenis jual beli dalam satu) yang dilarang oleh Baginda SAW dengan pelbagai lafaz antaranya : "

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة


PENJELASAN KAMI
  1. Hakikatnya yang dituju oleh poin satu ini adalah “ghabnun fakhisy” tetapi yang digunakan hanya salah satu maknanya, yaitu harga tinggi melebihi harga pasaran.

    Secara bahasa makna “ghabnun fakhisy” adalah semena-mena, zalim, atau ngakali, menipu. Hal itu terjadi melalui dua cara, yaitu penambahan yang berlebihan atau pengurangan yang berlebihan. Kaitannya dengan harga barang, suatu harga disebut “ghabnun fakhisy” ketika harganya jauh melampaui harga standar pasar, atau jauh dibawah harga standar pasar. Terlalu mahal atau terlalu murah, semua itu disebut “ghabnun fakhisy”

    Secara istilah “ghabnun fakhisy” adalah penambahan atau pengurangan harga yang berada diluar taksiran para ahli dan spesialis. Misalnya para ahli menaksir harga suatu barang berkisar antara 50rb – 100rb sementara barang yang ada dijual diluar taksiran itu maka harga tersebut masuk dalam kategori “ghabnun fakhisy”.

    Dan “ghabnun fakhisy” tidak secara otomatis haram. Jika pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi (penjual dan pembeli) mengetahui kenyataan tersebut dan tetap rela melakukan transaksi maka jual-belinya sah dan halal. Namun jika ada pihak yang tidak tahu kenyataan tersebut maka transaksi bisa dibatalkan.

    Kita tidak bisa mengatakan harga produk-produk Oriflame mahal atau murah tanpa membandingkannya dengan produk-produk semisal yang sejenis atau melalui taksiran ahli. Dalam hal membandingkan dengan produk lain, haruslah produk yang sejenis. Bukan sejenis karena sama-sama kosmetiknya, tapi jenis bahan yang digunakan oleh produk-produk tersebut, alami atau tidak alami, melalui proses penelitian laboratorium atau tidak, dst.

  2. Poin kedua, selain tentang syarat mendapatkan komisi/kompensasi yang telah kami tuliskan pada posting-posting sebelumnya, Penulis fatwa ini juga telah memberikan jawabannya bahwa jika komisi berasal dari perusahaan (bukan dari downline) maka hal itu diperbolehkan. Dan dalam plan MLM Oriflame kompensasi dibayar oleh perusahaan melalui Success Plan yang diterapkannya.
  1. Tepatnya poin ketiga itu ditujukan pada skema piramida yang menampilkan diri semanis MLM tanpa produk atau dengan produk sebagai kamuflase, intinya pendapatan dalam skema piramida berasal dari iuran orang yang join, bukan dari laba penjualan produk. MLM yang asli adalah untuk memasarkan produk, jadi harus ada produk. Bukan hanya produk, tapi produk yang berkualitas.
  1. Poin keempat insyaallah tidak terjadi dalam Oriflame, dan mengenai produknya (mabi`; barang yang dijual) halal atau haram akan kita bahas di tulisan yang lain, insyaallah.

  2. Poin kelima tentang hadis “shafqatayn fi shafqah” akan kita bahas nanti bersamaan dengan hadis “bay'atain fi bay'ah”, yang masing-masing sering diartikan dengan “dua akad dalam satu transaksi, dan sejenisnya”, insyaallah.

    ***

FATWA 3

Pada faktanya kebanyakan MLM melakukan dua muamalat yang diharamkan di dalam Islam; yakni, (1) mengambil prosentase yang bukan haknya (makelar di atas makelar), dan (2) dua aqad dalam satu aqad.

Mengambil Prosentase Yang Bukan Haknya (makelar di atas makelar)

Yang dimaksud makelar di atas makelar adalah jika seorang makelar menarik atau mengambil prosentase keuntungan dari makelar yang lain.

Kasus makelar di atas makelar tersebut, juga terwajahkan pada MLM. Di dalam MLM, jika seorang berhasil mendapat downline, maka ia juga akan mendapatkan prosentase keuntungan dari penjualan ataupun pembelian yang dilakukan oleh downline tersebut hingga downline ke bawahnya, dan seterusnya. Padahal, orang tersebut tidak berhak mendapatkan prosentase dari downlinenya. Muamalat semacam ini terkategori mengambil prosentase yang bukan menjadi haknya (makelar di atas makelar). Praktek semacam ini hukumnya adalah haram.

Jika praktek semacam ini telah lazim dan menjadi sistem standar bagi MLM, maka kita bisa menyatakan bahwa semua MLM pasti haramnya. Sebab, di dalamnya terjadi aktivitas pengambilan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Padahal, prinsip utama di dalam Islam adalah melarang pengambilan sesuatu yang bukan menjadi hak atau bagiannya.

Dua Aqad Dalam Satu Aqad

Dua aqad dalam satu aqad (‘aqdaain fi ‘aqd), atau “shafqatain bi shafqah” adalah dua aqad yang terkumpul menjadi satu dalam sebuah muamalah. Rasulullah saw telah melarang kaum muslim melakukan dua aqad dalam sebuah transaksi. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, bahwasanya ia berkata:

Secara umum, jika seseorang masuk ke dalam jaringan MLM, maka ia diminta untuk mengisi sejumlah isian administratif, dan disyaratkan untuk melakukan pembelian dengan item dan harga tertentu. Selanjutnya, ia disyaratkan melakukan penjualan dengan cara mencari downline sebanyak-banyaknya. Jika ia berhasil menggaet downline maka ia akan mendapatkan komisi atas keberhasilannya mendapatkan downline, serta komisi atas pembelian (konsumsi) yang dilakukan oleh downline-nya atas barang yang diperjualbelikan dalam MLM tersebut. Demikian seterusnya, jika downline mendapatkan lagi downline berikutnya, maka ia akan mendapatkan komisi. Jika syarat-syarat ini dipenuhi, maka seseorang sah menjadi anggota MLM.

Kebanyakan MLM, memberikan komisi bagi upline dari pembelian yang dilakukan oleh downline-downlinenya hingga ke bawah; atau berasal dari penjualan yang dilakukan oleh upline. Jika downline-downline tersebut tidak aktif, alias tidak melakukan pembelian atas barang (konsumsi) atau penjualan barang, maka upline tidak mendapatkan komisi lagi. Begitu pula jika seorang berada pada posisi downline terakhir (berada pada posisi paling akhir dari rantai MLM), tentunya ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali jika ia sendiri melakukan konsumsi (membeli barang untuk dikonsumsi sendiri).

Dari fakta di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam MLM ada aktivitas mencari downline dengan komisi tertentu (makelaran), penjualan, dan konsumsi barang produk MLM.

Fakta Dua Aqad Dalam Satu Transaksi

Dalam transaksi penjualannya, kebanyakan MLM melakukan dua aktivitas berikut ini:

1. Penjualan oleh member perusahaan MLM kepada orang lain yang tidak mau terikat dengan syarat-syarat keanggotaan tertentu (orang yang tidak ingin menjadi member [anggota] MLM). Pada kasus ini, member hanya mendapatkan prosentase dari penjualan produk saja. Transaksi semacam ini bukanlah sesuatu yang terlarang di dalam Islam.

2. Penjualan oleh member kepada seseorang yang diikat dengan persyaratan tertentu. Pada kasus ini, seorang member MLM disyaratkan untuk membeli sekaligus menjadi makelar dalam mencari down line.

Fakta pengkaitan dan pensyaratan jual beli dengan makelaran (samsarah) semacam ini terlihat tatkala perusahaan tersebut menjual barang pada seseorang yang telah menjadi anggotanya, maka pembeli tersebut disyaratkan menjadi makelarnya dalam urusan mencari downline-downline. Pembeli yang sebenarnya juga makelar perusahaan MLM ini akan mendapatkan komisi dari transaksi jual beli dan makelaran yang dilakukannya. Dengan kata lain, MLM ini sesungguhnya sedang menjual barang kepada seseorang yang disyaratkan menjadi makelarnya.

Praktek semacam ini telah menggabungkan antara jual beli dengan makelaran; sehingga terkategori shafqatain fi shafqah yang diharamkan di dalam Islam.

Bathilnya transaksi yang ada di dalam perusahaan MLM tidak hanya berhubungan dengan makelar di atas makelar dan shafqatain bi al-shafqah, akan tetapi kadang-kadang juga berhubungan dengan harga penjualan yang terlalu tinggi (ghabn al-fâkhîs); kadang-kadang juga berhubungan dengan item barang yang dijual. Misalnya, ada sejumlah MLM yang menjual emas dengan sistem kredit. Padahal, penjualan emas dengan kredit dilarang di dalam Islam.


PENJELASAN KAMI

ringkasan fatwa: (1) mengambil prosentase yang bukan haknya (makelar di atas makelar), dan (2) dua aqad dalam satu aqad.

Penjelasan:
  1. Poin satu, “mengambil prosentase yang bukan haknya”.
    Alasan ini tidak sesuai atau berbeda dengan kenyataan yang ada pada Oriflame. Juga berbeda dengan aturan yang ada di dalam MLM yang telah kami sebutkan pada tulisan pertama. Yang memberikan kompensasi adalah pihak perusahaan berdasarkan compensation plan yang dibuatnya, dan dalam Success Plan Oriflame tidak ada downline atau pihak yang diambil jatah/prosentase kompensasinya. Singkatnya, untuk poin ini jawabannya mirip pada poin kedua dalam tulisan kami di atas (fatwa 2).

  2. Poin kedua, “dua aqad dalam satu aqad.”
    Dalam MANUAL KEBIJAKAN tentang Tanggung Jawab Seorang Konsultan poin 4.6 disebutkan:

    Oriflame tidak mengenakan persyaratan untuk pembelian minimum, baik dalam jumlah maupun nilai, atas para konsultannya. Sama halnya, seorang Konsultan Oriflame tidak diperbolehkan mendorong atau memaksa orang-orang yang disponsorinya untuk memesan melalui dirinya, termasuk memesan berdasarkan jumlah minimum pesanan (minimum order) atau melakukan penyimpanan stok produk. Semua Konsultan Oriflame dapat memesan jumlah berapa pun secara langsung dari Oriflame, namun biaya penanganan (handling fee) dan biaya kurir akan berlaku tergantung pada jumlah pemesanan tersebut. Setiap Konsultan Oriflame dapat menentukan sendiri apakah dia merasa perlu untuk melakukan penyimpanan stok produk secara wajar.”

    Kebijakan yang tertulis dan harus ditaati oleh setiap Konsultan Oriflame tersebut bisa menjawab sebagian permasalahan diatas yang menyebutkan bahwa setiap member disyaratkan “UNTUK MEMBELI”. Berarti “tuduhan” dalam fatwa diatas tidak berlaku untuk member Oriflame.
    Sementara untuk menjadi MAKELAR (SPONSOR dalam istilah Oriflame) itu adalah pilihan bukan keharusan. Karena seorang Konsultan Oriflame memiliki tiga kesempatan ini sekaligus, yaitu:
      1) kesempatan sebagai konsumen pemakai produk: dalam hal ini ia sama sekali tidak perlu melakukan apa-apa selain membeli, sesuai keperluannya, produk-produk yang diminatinya dari Oriflame secara langsung tanpa melalui seorang Konsultan lagi, dan dengan harga lebih murah karena keanggotaannya.

      2) kesempatan sebagai penjual bagi yang memerlukan keuntungan langsung: dalam hal ini berarti ia berperan sebagaimana penjual pada umumnya, kulakan atau membeli produk dari Oriflame dengan harga grosir dan menjualnya kepada konsumen dengan harga ecer (harga katalog). Dengan ini ia mendapatkan keuntungan langsung dari selisih harga kulakan dengan harga ecer.

      3) kesempatan sebagai pebisnis besar dan terstruktur: dalam hal ini ia perlu membangun suatu jaringan yang rapi dan terstruktur untuk melakukan kegiatan pemasaran yang sama. Melalui kerja tim atau grup ini akan diperoleh hasil yang lebih besar dibanding hasil kerja sendirian, seberapa besarnya tergantung kualitas dan kebesaran tim/grup itu sendiri. Pada opsi ketiga inilah, jika dipilih oleh seorang Konsultan Oriflame, mulai berlaku garis keorganisasian/kesponsoran upline-downline. Dan sekali lagi, ini BUKAN SYARAT, tetapi pilihan dengan tingkat keuntungan yang berbeda. Makna multi-level marketing benar-benar bisa dirasakan dengan adanya tiga opsi kesempatan tersebut: level pribadi, level bersama orang lain (non-member), dan level bersama sesama member (jaringan, network). Dan dengan ini, bunyi fatwa diatas juga tidak berlaku untuk Oriflame.

      Dalam kasus seorang Member Oriflame juga memilih untuk mengembangkan bisnisnya dalam skala lebih besar (menjadi pebisnis, dalam bahasa fatwa di atas disebut dengan MAKELAR, atau disebut sebagai SPONSOR dalam bahasa Oriflame) maka poin 4.17 MANUAL KEBIJAKAN juga harus dipatuhi, yaitu:

      Untuk menjadi seorang sponsor, Konsultan Oriflame harus memastikan bahwa ia secara pribadi melatih dan memberikan motivasi kepada Konsultan Oriflame yang disponsorinya tersebut.”

      Ini berarti seorang sponsor/makelar dalam Oriflame tidak berpangku tangan lalu mendapatkan hasil, tetapi harus melakukan usaha pelatihan, pembimbingan, pengarahan dan pemberian motivasi yang semua itu bisa bernilai ekonomi, dan selanjutnya dihargai oleh Oriflame dalam bentuk kompensasi atau Personal Discount (PD). Juga perlu diingat bahwa Konsultan Oriflame yang kita sponsori bukanlah menjadi makelar kita (jadi tidak tepat istilah MAKELAR DIATAS MAKELAR), tetapi makelar Oriflame secara langsung, sama seperti sponsornya. Hanya saja karena ada sponsor yang memperkenalkan, melatih dan membimbingnya maka kompensasi perusahaan diberikan kepada pihak sponsor yang telah bekerja untuk itu.

      Pertanyaan selanjutnya adalah, uraian diatas jika menyangkut downline kita secara langsung, bagaimana dengan downline dari downline kita dimana kita sudah tidak ada sangkut-paut atau kerja lagi di situ? Jawabannya: Ini diantaranya kelebihan sistem MLM (multi-level marketing) yang tidak dimiliki oleh SLM (single-level marketing), mampu memberi kompensasi hingga bertingkat banyak, dan ini pula yang sering menjadi sasaran fatwa keharaman MLM dengan alasan “mengambil atau mendapatkan jatah prosentase downline yang kita tidak ada kerja di sana.”

      Untuk memahami kehalalannya, kita perlu menghadirkan Sabda Nabi, “Barangsiapa melakukan kebaikan maka baginya pahala kebaikan itu dan pahala orang yang melakukan kebaikan itu tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang melakukan tersebut.” Ingat, kewajiban sponsor dalam Oriflame adalah melatih dan memberi motivasi, ini adalah sebuah kebaikan. Dan manfaat dari kebaikan ini akan kembali kepada kita dan orang yang kita latih, secara terus-menerus selama hal itu dilakukan atau diajarkan kepada orang lain. Apakah hal ini aneh atau terlarang di dalam Islam, sementara Nabi telah menyabdakan hal yang serupa?! Dan bisa jadi ide MLM ini terinspirasi dari model reward semacam itu. Ingat, yang memberi reward (kompensasi) adalah perusahaan bukan orang lain yang statusnya menjadi downline kita, jadi sama sekali salah jika disebut memakan harta/hak downline atau mengambil jatahnya. Kita juga tidak memakan harta perusahaan secara batil, karena reward ini diberikan berdasarkan kualifikasi yang mereka telah perhitungkan dengan baik untuk kebaikan bersama.
***

Bersambung ... insyaallah

tentang : PENJELASAN HADITS YANG BIASA DIGUNAKAN UNTUK MENGHARAMKAN MLM (بيعتان في بيعة)

dsfasmfdsaf asdmf asfdsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar